Kamis, 27 Agustus 2015

MU Lolos Liga Champions 2015


Laporan Pertandingan: Club Brugge 0-4 Manchester United

Manchester United melenggang mulus ke babak penyisihan grup Liga Champions musim ini usai meraih kemenangan 4-0 dalam leg kedua fase play-off di markas Club Brugge, Kamis (27/8) dini hari WIB. Hasil tersebut memastikan United menggenggam kemenangan dengan agregat skor 7-1 atas wakil Belgia tersebut.
Babak Pertama:
Meski telah memegang keunggulan dalam skor agregat, Manchester United tetap memainkan gaya permainan menyerang mereka seperti biasa. Sementara Club Brugge coba mencari celah pertahanan lawan dengan skema serangan cepat.
Kecepatan sejumlah penggawa tuan rumah cukup merepotkan lini belakang United, dalam 15 menit pertama laga berjalan Victor Vazquez masih leluasa untuk membangun serangan bagi kubu Brugge. United tak lantas terpancing untuk ikut bermain dalam tempo cepat.
Bermain sabar dan mengendalikan penguasaan bola, Red Devils mampu membuka keunggulan mereka di menit ke-20. Wayne Rooney sukses membuka rekening golnya musim ini dengan sontekan pelan ke gawang Sinan Bolat selepas memanfaatkan umpan cerdik Memphis Depay.
Hingga pertengahan babak, tekanan yang dibangun Brugge dengan mengandalkan Tom de Sutter di depan kurang efektif. Melalui serangan balik, United punya kans untuk menggandakan skor di menit ke-36, sayang sepakan jarak dekat Depay masih bisa diblok oleh pergerakan Oscar Duarte.
Menit ke-42, De Sutter lolos dari jebakan offside United, akan tetapi peluang matang untuk menyamakan skor terlewat usai sepakannya dimentahkan Sergio Romero. Semenit kemudian giliran Abdolay Diaby, kembali Romero sukses mematahkan kans Brugge. Hingga turun minum, keunggulan United bertahan.
Babak Kedua:
United mengawali paruh kedua permainan dengan pergantian pemain, Adnan Januzaj ditarik keluar untuk memberikan tempat kepada Bastian Schweinsteiger. Empat menit berselang, United menggandakan keunggulan, Rooney mencetak gol keduanya selepas meneruskan sodoran mendatar Herrera.
Tertinggal agregat skor 5-2, membuat Brugge menghadapi misi sangat berat untuk dapat lolos ke babak grup Liga Champions. Gol kedua Rooney membuat Brugge membutuhkan paling sedikit lima gol tanpa kebobolan agar dapat menyingkirkan United di babak ini.
Unggul dua gol tak membuat pasukan Louis van Gaal mengendurkan tekanan, mereka terus mendominasi permainan dan bahkan mampu memperbesar skor kala Rooney mencatatkan hat-trick di menit ke-57. Semenit kemudian bomber Inggris itu nyaris mendapatkan gol keempat andai tak digagalkan Bolat.
Seakan tak terbendung, enam menit berselang United membukukan gol keempat berkat aksi Ander Herrera. Kendati semakin tertinggal jauh, Brugge tak lantas menyerah, Vazquez dan kolega masih berusaha memberikan ancaman dan berharap memperkecil kedudukan di papan skor.
Sembilan menit terakhir permainan, United memiliki kesempatan untuk menjauh, hanya saja eksekusi penalti Javier Hernandez melebar. Situasi semakin sulit, Tuur Dierckx alami cedera, Brugge harus bermain dengan sepuluh orang karena jatah pergantian habis. United menutup laga ini dengan kemenangan 4-0.

Minggu, 23 Agustus 2015

Sunnah tidak potong kuku dan Rambut

Image result for qurban 2015
Mayoritas ulama mengatakan disunnahkan tidak memotong kuku dan rambut bagi yang akan melaksanakan qurban. Sebagian ulama mengatakan itu perkara mubah. Pendapat tersebut berlandaskan pada hadist Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw mengirimkan qurban dari Madinah dan beliau tidak menjauhi apa yang harus dijauhi seorang yang berhaji sehingga disembelih. [h.r. Bukhari Muslim]

Adapun hadist Ummu Salamah r.a. riwayat Muslim "Ketika kalian melihat hilal Dzul Hijjah, dan kalian ingin ber-qurban, maka hendaknya menjaga diri dari rambut dan kukunya” - sebagian riwayatkan mengatakan dan kulitnya – artinya adalah larangan makruh [nahyu karahah] dan tidak sampai pada tingkat haram mengingat adanya hadist pertama dan kedua amalan tersebut aslinya adalah sunnah dilakukan.

Riwayat dari imam Ahmad dan sebagian ulama pengikut mazhab Syafii mengatakan hukumnya haram memotong rambut dan kuku orang yang hendak melaksanakan qurban dengan berlandasan pada hadist riwayat imam Muslim tersebut. Imam Nawawi menambahkan bahwa tujuannya adalah agar pembebasan dari neraka itu sempurna untuk seluruh badannya.

Berikut teks hadit tersebut:
عن أم سلمة رضي الله عنها أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: ( إذا دخلت العشر - أي العشر الأول من ذي الحجة - وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره وبشره شيئاً ) رواه مسلم .
وفي رواية أخرى : ( إذا دخل العشر ، وعنده أضحية يريد أن يضحي ، فلا يأخذنَّ شعراً ولا يقلمنَّ ظفراً ) رواه مسلم .
وفي رواية أخرى : ( إذا رأيتم هلال ذي الحجة ، وأراد أحدكم أن يضحي فليمسك عن شعره وأظفاره ) رواه مسلم .
وفي رواية أخرى : ( .... فلا يأخذنَّ من شعره ولا من أظفاره شيئاً حتى يضحي ) رواه مسلم.

Kamis, 20 Agustus 2015

sholat Tarowih


Shalat tarawih hanya ada di bulan Ramadlan, dan hukumnya adalah sunnah. Di kalangan NU shalat tarwih yang biasa dijalankan adalah dua puluh rakaat ditambah shalat witir tiga rakaat. Shalat tarawih dilaksanakan dengan satu salam setiap dua rakaat.
Memang terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai jumlah rakaat shalat tarawih. Tetapi menurut madzhab syafii yang dianut oleh kaum nahdliyin, jumlah rakaatnya itu ada dua puluh. Waktu pelaksanaan shalat tarawih dimulai setelah shalat isya—sebagaimana dikemukakan al-Baghawi dan ulama lainnya—sampai terbitnya fajar. Sedang cara palaksannya adalah setiap dua rakaat salam satu kali.
يَدْخُلُ وَقْتُ التَّرَاوِيحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ذَكَرَهُ الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ وَيَبْقَى إِلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ وَلْيُصَلِّهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ كَمَا هُوَ الْعَادَةُ
“Masuknya waktu shalat tarawih itu selesai shalat isya—sebagaimana dikemukakan al-Baghawi dan ulama lainnya—sampai terbitny fajar. Dan hendaknya shalat tarwihlah dua rakat dua rakaat (dua rakaat dengan sekali salam) sebagaimana kebiasaan yang berlaku”(Lihat Muhyidin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 4, h. 32)
Lantas bagaimana jika pelaksanaan shalat tarawih adalah empat rakaat dengan sekali salam? Qadli Husain, salah seorang ulama dari kalangan madzhab syafii menyatakan bahwa pelaksanaan shalat tarawih empat rakaat dengan sekali salam tidak sah. Kami cenderung mengikuti pendapat ini. Alasan yang dikemukakan beliau adalah bertentangan dengan ketentuan yang telah disyariatkan (khilaf al-masyru’).
فَلَوْ صَلَّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ الْقَاضِى حُسَيْنٌ فِي فَتَاوِيهِ لِاَنَّهُ خِلَافُ الْمَشْرُوعِ
“Apabila menjalankan shalat tarawih empat rakaat dengan sekali salam tidaklah sah sebagaimana dikemukakan oleh Qadli Husain dalam fatwanya karena menyalahi ketentuan yang telah disyariatkan” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 4, h. 32)
Lantas bagaimana dengan orang-orang yang menjalankan shalat tarawih delapan rakaat, dimana mereka menjalankan shalat tarawih empat rakaat dengan sekali salam? Hemat kami hal ini tidak perlu dipersoalkan dengan tajam. Kami menghargai orang yang berpendapat kesahan shalat tarawih dengan cara empat rakaat dengan sekali salam, meskipun dalam pandangan kami jumlah rakaat shalat tarawih adalah dua puluh rakaat dan cara pelaksanannya adalah tiap dua rakaat salam satu kali.

Sabtu, 15 Agustus 2015

Bahtsul Masail yang berkaitan dengan permasalahan jenazah


Berikut ini adalah beberapa hasil keputusan Nahdlatul Ulama’ dalam Muktamar, Munas Alim Ulama dan Konperensi Besar, serta hasil Bahtsul Masail yang berkaitan dengan permasalahan jenazah

1. Memagar tembok kuburan pribadi/keluarga
(Muktamar NU ke-1 di Surabaya, 21 Oktober 1926)
Soal : Bagaimana hukumnya membangun kuburan dan memagar tembok pada tanah makam milik keluarga/pribadi ?
Jawab : Membangun kuburan dan memagari tembok pada tanah kuburan milik pribadi/keluarga dengan tidak ada suatu kepentingan, hukumnya makruh.
Sumber : kitab I’anatut Tholibin)

2.  Menghias kuburan dengan kain sutra.
(Muktamar NU ke-1 di Surabaya, 21 Oktober 1926)
Soal : Bagaimana menghias kuburan dengan kain sutera atau lainnya?
Jawab : Menghias kuburan selain Rosululloh SAW dengan kain sutera (harir) hukumnya haram, dan dengan selain sutera hukumnya makruh.
Sumber : Kitab Tarsyihul Mustafidin)

3.  Boleh Mengubur Mayit Didalam Peti
(Muktamar NU ke-4 di Semarang, 19-09-1929 M)
Soal : Bagaimana pendapat Muktamar tentang kuburan yang mengeluarkan air dan selalu tergenang air sebelum selesai penguburan mayat? Apakah penguburan di tanah tersebut termasuk penghinaan kepada mayat? Kalau demikian halnya, apakah mayat wajib dikuburkan didalam peti yang dapat mencegah masuknya air? Ataukah sama sekali tidak diperbolehkan mengubur mayat di tanah tersebut?
Jawab : Memang benar, mengubur mayat didalam kuburan yang mengeluarkan air itu termasuk penghinaan kepada si mayat, dan menhgubur mayat didalam peti itu hukumnya boleh (tidak makruh), menurut keterangan didalam kitab Tuhfah. Sedang menurut kitab I’anatut Tholibin diterangkan : apabila keadaannya demikian, maka menguburnya didalam peti itu hukumnya wajib.
Sumber : Kitab Tuhfah, bab ad-Dafni, dan kitab I’anatut Tholibin juz 2 bab ad Dafni  

4.  Mencabut gigi emas pasangan
(Muktamar NU ke-6 di Pekalongan, 27 Agustus 1931)
Soal : Bagaimana hukumnya mayat yang memakai gigi emas. Apakah wajib dicabut atau boleh dikubur bersama gigi emasnya?
Jawab : Apabila mencabut gigi emas tersebut menodai kehormatan mayat, maka hukumnya haram. Apabila tidak menodainya, dan ia adalah mayat lelaki dewasa maka wajib dicabut, dan apabila ia mayat perempuan atau anak kecil maka terserah kerelaan ahli warisnya.
Sumber : Kitab An-Niahayah : fi bab al-libas, yang diterangkan didalam kitab I’anatut Tholibin  dan kitab Mursyidul Anam)

5. Cara merawat jenazah dari salah satu anak kembar siam
(Muktamar NU ke-6 di Pekalongan, 27 Agustus 1931 M)
Soal : Bagaimana cara merawat jenazah dari salah satu anak kembar yang melekat (kembar siam)?
Jawab : Apabila mayat tersebut dapat dipisahkan dengan tidak membahayakan yang hidup, maka wajib dipotong dan dipisahkan. Apabila tidak dapat dipisahkan, maka jenazahnya harus dirawat sedapatnya. Misalnya: memandikan, mengkafani dan mensholatinya, tetapi tidak boleh dikubur, sehingga hancur dan rontok, dan rontokannya harus dikubur. Hal ini diqiyaskan dengan keterangan dalam kitab Mujairimi ’Alal Wahhab
Sumber : Kitab Mujairimi ’Alal Wahhab : fi Bab Dafnil Mayyit)

6. Menyuntik Mayat untuk mengetahui penyakit yang menjalar
(Muktamar NU ke-6 di Pekalongan, 27 Agustus 1931 M)
Soal : Bagaimana hukumnya menyuntik mayat untuk mengetahui penyakit yang menjalar?
Jawab : Menyuntuk mayat hukumnya haram, karena menodai kehormatan mayat. Hal ini diqiyaskan dengan keterangan didalam kitab Mauhibah Dzil Fadhl : bab janazah.
Sumber : Kitab Mauhibah Dzil Fadhl : bab janazah.

7. Merawat jenazah yang tidak pernah sholat dan puasa
(Muktamar NU ke-8 di Jakarta, 7 Mei 1933 M)
Soal : Ada seseorang yang tidak pernah sholat dan puasa selama hidupnya. Ia adalah putra Indonesia sewaktu mafat. Apakah ia dirawat sebagai orang Islam ataukah tidak?
Jawab : Betul, ia harus dirawat sebagai orang Islam, karena dia itu orang Islam selama tidak menyatakan kekufurannya, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sumber : Kitab Bujairimi ’Alal Iqna’, juz 4 akhir bab Janaiz, dan kitabBughyatul Mustarsyidin.

8.  Ditemukan tulang mayat lama ketika menggali lubang kubur
(Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, 23 April 1934 M)
Soal : Jika menggali kubur ditemukan tulang mayat lama, apakah penggaliannya boleh diteruskan dan ditanami mayat batu, ataukah harus pindah ke tempat lain?
Jawab : Sesungguhnya hukum menggali kuburan lama, apabila ada tanda-tanda yang kuat bahwa mayatnya sudah hancur, maka hukumnya jaiz (boleh). Kemudian apabila ditemukan tulang belulang sebelum sempurna penggaliannya, maka harus dihentikan dan berpindah tempat. Akan tetapi kalau penemuan tulang itu setelah penggalian sempurna, maka tidak wajib pindah tempat, dan boleh menanam mayat baru di tempat itu, sedangkan tulang belulang yang ditemukannya supaya ditanam kembali.
Sumber : Kitab Fathul Jawwad juz 1 : fi kitabil Janaiz; dan kitab Al-Ummjuz 1).

9.  Talqin Mayat setelah dikubur.
(Konbes Pengurus Syuriah NU ke-2 di Jakarta, 11-13 Oktober 1961 M)
Soal : Apakah talqin mayat sesudah dikubur itu terdapat dalil dari hadis dan qoul ulama’ yang mu’tabar, ataukah tidak?
Jawab : Bahwa mentalqinkan mayat yang baru dikuburkan itu terdapat dalil dari hadis dan pendapat ulama’ mu’tabar. Imam bawawi menyatakan bahwa sanad hadis talqin yang diriwayatkan oleh Abi Umamah adalah dho’if. Akan tetapi ke-dho’if-annya sudah disokong dengan hadis-hadis lain, seperti tatsbit(keteguhan dan ketabahan dalam menjawab pertanyaan malaikat) dan hadis wasiat Amr bin Ash (tentang memberi hiburan ketika ditanya malaikat). Serta arti hadis “mautakum” dengan orang yang sudah mati menurut hakikat, bukanlah orang yang akan mati menurut pengertian majaz. Menurutmadzhab syafi’iy yang kuat bahwa talqin itu hukumnya sunnah. Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah al-Qadhi Husain, al-Mutawalli, Nashr al-Muqaddasi, al-Rafi’iy dan lain-lain.
Adapun dalil hadis serta qoul ulama’  tercantum didalam kitab : Al-Majmu’,V/304; An-Nihayah, III/40; Dalilul Falihin, VI/57; I’anatut Tholibin, II/40; Kanzul Ummal, II/19;  Matn al-Raudh;  Al-Tuhfah, III/207;  Al-Mughni,I/367.
Abu Umamah al-Bahli r.a. berkata, “Jika aku mati,maka perlakukanlah oleh kalian kepadaku sebagaimana yang diperintah oleh Rosululloh utnuk kita perlakukan terhadap orang yang mati kita.” Rosululloh SAW memerintahkan dengan sabdanya :
إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ  فَسَوَّيْتُمْ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ,  ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ, فَإِنَّهُ يَقُوْلُ أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللَّهُ.  وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُوْنَ.  فَلْيَقُلْ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا وَ هُوَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ   وَ اَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللَّهِ رَبًّا وَ بِالْإِسْلَامِ دِيْنًا وَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَ بِالْقُرْآنِ إِمَامًا,  فَإِنَّ مُنْكَرًا وَ نَكِيْرًا يأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبَيْهِ وَ يَقُوْلُ اِنْطَلِقْ بِنَا
 “Bila seseorang dari kalian meninggal dunia maka timbunlah kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah seorang diantara kalian berdiri di atas kuburannya, kemudian berkata: “Wahai Fulan bin Fulanah”. Orang yang mati itu akan menjawab : “Beri aku petunjuk, semoga Alloh SWT memberikan rahmat kepadamu”. Namun kalian (orang-orang yang mentalqin) tidak merasa (= tidak mendengar) jawaban si mayit tersebut. Kemudian orang yang mentalqin tersebut agar berkata: “Sebutkan, bahwa engkau tidak keluar dari dunia ini kecuali telah bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Alloh SWT dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan engkau rela Alloh SWT sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai Nabimu, dan Al-Qur’an sebagai imammu. Sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir masing-masing akan memegang tangannya seraya berkata: “Mari pergi dengan kami ….”. (Al-Hadis)

10.  Mengambil bola mata jenazah untuk mengganti bola mata orang buta
(Muktamar NU ke-23 di Solo, 25-29 Desember 1962 M)
Soal : Bagaimana pendapat Muktamar tentang ifta (fatwaa) mufti Mesir yang memperbolehkan mengambil bola mata mayit untuk mengganti bola mata orang buta? Benarkah fatwa tersebut?
Jawab : Bahwa ifta (fatwa) mufti Mesir itu tidak benar, bahkan haram mengambil bola mata mayit, walaupun mayit itu tidak terhormat (ghairu muhtarom) seperti mayitnya orang murtad. Demikian pula haram menyambung anggota manusia dengan anggota  manusia lain, karena bahayanya buta itu tidak sampai melebihi bahayanya merusak kehormatan mayit.
Nabi SAW bersabda

Pecahan tulang orang yang mati itu sama dengan pecahan tulangnya ketika masih hidup” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Sumber : Kitab Hasyiyah Al-Rasyidi ‘ala Ibnil Imad, hal. 26.


11. Memindahkan kuburan ke tempat lain
(Muktamar NU ke-25 di Surabaya, 20-25 Desember 1971)
Soal : Bolehkah memindahkan kuburan ke tempat lain, dan mendobelkan kuburan di dalam satu tempat? (Dari Jakarta)
Jawab : Memindahkan mayit dari satu kuburan ke kuburan yang lain, haram hukumnya, kecuali karena dharurat. Adapun mendobelkan kaburan di satu tempat, boleh hukumnya dengan syarat harus seagama dan sama jenis kelaminnya.
Sumber : Kitab Al-Mahalli, I/252


12. Pemindahan komplek makam
(Munas Alim Ulama NU di PP Qomarul Huda Bagi Pringgarata Lombok Tengah NTB,  17-20 Nopember 1997 M)

Dengan berbagai macam alasan, dewasa ini makin banyak kompleks makam atau makam seseorang dipindah ke tempat lain.
Soal : Bagaimana hukum pemimdahan kompleks makam dan makam seseorang ke tempat lain?
Jawab : Pemindahan kompleks makam dan makam seseorang ke tempat lain hukumnya tafshil:
1. Pemindahan makam ke tempat lain haram hukumnya, kecuali menurut mazhab Hanafi.
2. Memindah mayat seseorang dari makamnya ke tempat lain menurut mazhab Syafi’i hukumnya haram, kecuali karena darurat. Sedangkan menurut mazhab Maliki hukumnya boleh dengan syarat :
a. tidak terjadi perusakan pada tubuh mayat
b. Tidak menurunkan martabat mayat
Pemindahan tersebut atas dasar maslahat.

Sumber :
1.  Al-syarqawi’alal Tahrir Juz II,hlm.78.
2.  Al-Jamal’alal Minhaj Juz II,hlm.218.
3.  Nihayatuz Zain,hlm.155.
4.  Al-Fiqh’ala Madzahibul Arba’ah,Juz IV,hlm.537


13. Mengakhirkan penguburan Jenazah
(Muktamar NU ke-32 di Makassar, 22-27 Maret 2010)
Pengurusan jenazah hukumnya Fardhu Kifayah, dan anjuran Rasulullah saw dalam hal ini adalah disegerakan. Namun kadangkala pada praktiknya muncul beberapa masalah karena berkenaan dengan kepentingan studi, penyelidikan hukum atau adat. Seperti penyelidikan terhadap pembunuhan, pelatihan medis untuk operasi bedah dan di beberapa daerah kota Bandung dengan mengakhirkan pemandian jenazah dikarenakan takut munculnya hadats dan najis berkali-kali. Program kedokteran sedang berencana melakukan pengawetan jenazah untuk kepentingan studi, di mana pihak calon mayyit telah berwasiat dan disetujui oleh keluarganya untuk menjadi bahan latihan tenaga medis. Kemudian setelah meninggal dunia jenazahnya tersebut diawetkan dalam batas waktu tertentu untuk bahan latihan para calon dokter. Setelah digunakan untuk latihan, kemudian mayyit tersebut dirapikan kembali dan dilakukan prosesi penguburan jenazah sebagaimana mestinya menurut ajaran Islam. Dengan deminkian, otomatis hal ini menimbulkan masalah tertundanya penguburan mayyit, baik karena otopsi, pengawetan mayyit atau karena ikut adat setempat.
Pertanyaan:
1. Bagaimanakah hukum pengakhirkan pemakaman mayyit, baik karena tujuan otopsi, studi dan mensucikan mayyit?
2.  Bolehkan membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi
3.  Berapa lama batas mengakhirkan penguburan mayyit

Jawaban:
1. pengakhirkan pemakaman mayit diperbolehkan apabila; (1) untuk keperluan penegakkan hukum; (2)  untuk keperluan studi boleh, tetapi menggunakan mayit ghairu maksum al-dam. Dalam kondisi darurat boleh menggunakan mayit maksum al-dam; (3) untuk mensucikan mayit yang mengidap penyakit menular. (PWNU) Seharusnya “….. harus ditunda penyuciannya, karena alasan medis yang menurut dokter harus dimandikan secara khusus”. 
2.  Jawaban masuk pertama.
3.  Batas mengakhirkan penguburan mayit adalah sampai khaufut taghayyur(mayit berubah) atau sampai selesainya kebutuhan di atas.

 Sumber pengambilan dalil dari kitab:
1). Mughnil Muhtaj, I/490;  2). Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, III/521-522; 3). Kasyi fatus Saja, 96;  4). Fiqhun Nawazil, II/46-47;


14. Mencampurkan jenazah muslim dan non muslim dalam satu kuburan atau satu Tempat Pemakaman Umum (TPU)
(Muktamar NU ke-32 di Makassar, 22-27 Maret 2010)
Konsekuensi logis dari semakin banyaknya populasi penduduk adalah sempitnya lahan tanah, terutama di kota-kota besar, sehingga sulit menemukan banyak lahan kosong untuk menjadi tempat pemakaman umum. Dampaknya, muncul fenomena di mana tanah yang dikhususkan untuk kuburan semakin sulit dan sempit. Hal ini mendorong beberapa pemerintah daerah / kota mengalokasikan sebidang tanah khusus untuk kuburan atau yang disebut TPU (Tempat Pemakaman Umum). Di TPU ini sering terjadi penguburun suatu jenazah di tempat jenazah lainnya yang sudah lama dikuburkan, sehingga terjadi penumpukan jenazah baru dengan jenazah yang lama yang sudah hancur dalam satu lobang kuburan, baik antara sesama muslim maupun antara jenazah muslim dengan non muslim di satu tempat.
Pertanyaan:
1.  Bagaimanakah hukum mencampurkan jenazah / mayyit baru dengan yang sudah hancur dalam satu tempat kuburan, baik antara sesama muslim atau dengan non-Muslim?
2.  Bagaimana hukum mengumpulkan kuburan jenazah muslim dengan non muslim dalam satu area Tempat Pemakaman Umum?
3. Apa dlawâbith (batasan) berkumpul dan tidak berkumpul satu lobang?
Jawaban:
1. Mencampurkan jenazah / mayyit baru dengan yang sudah hancur (tulang-tulangnya) dalam satu tempat kuburan, baik antara sesama muslim atau dengan non-Muslim hukumnya tafshil; jika yang dikubur sesama muslim atau yang lama non muslim sedang yang baru muslim hukumnya boleh; jika yang lama muslim dan yang baru non muslim hukumnya tidak boleh kecuali dlorurat; jika masih ada tulang-belulangnya hukumnya tidak boleh kecuali penggalian tanah sudah mencapai batas layak untuk mengubur.
2. Tidak diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat.
3. Batasan berkumpul adalah sekira mayit atau tulang belulangnya berkumpul dalam satu lobang dengan tanpa batas pemisah.

KH Ma’ruf Amin


KH Ma’ruf Amin menjadi salah satu anggota ahlul halli wal aqdi (Ahwa) pada Muktamar Ke-33 NU yang kemudian ditetapkan menjadi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Rais Aam merupakan pimpinan tertinggi organisasi Islam terbesar di Asia Tenggara ini.

Kiai Ma’ruf lahir di Tangerang, 11 Maret 1943. Cicit Syekh Nawawi Banten ini mengawali pendidikannya dari Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Ma’ruf muda kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor.
Di NU ia aktif dalam forum pembahasan hukum atau bahtsul masail. Ia adalah salah perumus Sistem Pengambilan Keputusan Hukum Islam di Lingkugan NU pada Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung 1992.
Ia tercatat sebagai STAI Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta dan memperoleh doktor honoris causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sosoknya kemudian lebih dikenal publik saat menjadi Ketua MUI Pusat dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Ia juga pernah menjadi anggota Koordinator Dakwah (KODI) DKI Jakarta dan anggota BAZIS DKI Jakarta. Serta pernah menjadi Rais Syuriyah PBNU. Pada kepengurusan PBNU periode 2010-2015, ia mengemban amanah sebagai mustasyar PBNU.

Pengasuh Pesantren "An-Nawawi" Tanara Banten ini dikenal sebagai "singa" di Bathsul Masail. Kedalaman ilmunya membuat banyak yang tak berkutik ketika beliau sudah menyampaikan pandangannya, seperti yang terjadi di komisi bathsul masail maudluiyyah di Muktamar, kemarin.

Pasca ditetapkan menjadi Rais Aam, Kiai Ma'ruf berpidato mengajak semua pengurus NU dari ranting sampai pusat untuk bersatu membangun umat. Ia meminta NU mengerjakan program-program yang konkret untuk kemajuan dan kebesaran umat Islam.

Kamis, 13 Agustus 2015

KH.Mustofa Bisri ziarah ke makam KH.Hasyim Asy'ari

Gus-Mus-di-Makam-Tebuireng
Harusnya KH Mustofa Bisri menjabat sebagai Rais Aam PBNU masa khidmat 2015 -2020. Karena pada rapat 9 anggota Ahlul Halli wal Aqdi atau AHWA, Gus Mus, sapaan akrabnya dipercaya menduduki posisi tertinggi di NU tersebut. Tapi ia menolak karena merasa tidak pantas.
“Itu (jabatan Rais Aam, red) maqam-nya Hadratus Syaikh, (dan) Kiai Wahab,” katanya sebagaimana dilansir situs resmi Pesantren Tebuireng, Kamis (6/8/2015).  Ia merasa tidak pantas mengemban amanah menjadi rais aam untuk kepengurusan PBNU lima tahun mendatang.
Kalaupun muktamirin dan 9 anggota Ahwa telah memilih dirinya sebagai rais aam, dengan tegas ia menolak. “Itu kan pandangan orang, saya tahu ukuran saya itu, saya masih jauh dari kriteria yang ditentukan itu,” tandasnya.
Kiai yang juga sastrawan ini turut prihatin dengan beredarnya tuduhan bahwa Muktamar ke-33 NU di Jombang sarat kecurangan dan politik uang. Baginya, sejumlah isu dan fitnah tersebut harusnya tidak terjadi di NU. “Sebetulnya itu isu-isu, fitnah, itu nggak patut sama sekali ada di dalam NU. Makanya saya nangis di hadapan Hadratus Syaikh,” katanya.
Seperti pantauan Okezone, saat berada di makam tersebut, Gus Mus sempat meratap, “Mbah Hasyim, kulo sak santri kabeh nyuwon pangapunten Mbah Hasyim, mboten saget jaga NU, mas Dur nek sampen tese wonten pasti mboten wonten masalah dados meniko,” ujarnya sembari menangis,
Perkataan Gus Mus kurang lebih artinya “Mbah Hasyim, saya dan semua santri mohon maaf, saya tidak mampu menjaga NU, Mas Dur (Gus Dur) jika anda masih ada, pasti tidak ada masalah seperti ini.”
Bila akhlak tidak terpuji seperti itu masih diteruskan, yang justru dikhawatirkan Gus Mus nanti pelakunya mendapat bencana (kualat) dari para muassis atau pendiri NU, utamanya Hadratus Syaikh. “Saya kuatir kualat dengan Hadratusyaikh,” katanya. “Allahumma na’udzubillahi min dzalik ya Allah,” lanjutnya sembari meninggalkan Pesarean Tebuireng.
Gus Mus ziarah ke makam Pesarean Tebuireng bersama sejumlah orang. Ia pun tidak meminta perlakukan istimewa dengan berada di dalam area dalam pagar makam, tapi berbaur dengan peziarah lain.

Minggu, 09 Agustus 2015

jumlah wajib orang jumatan

Jumat adalah salah satu hari istimewa Islam, memiliki segudang rahasia samawi yang tidak terjangkau oleh akal kita. Tonggak agama yang mengakar pada ritual shalat fardlu menjadi lebih sarat akan makna, ketika waktu ini menjadi hari istimewa dengan perintah menjalankan syiar shalat Jumat ditengah umat. Permasalahan yang timbul kemudian adalah semakin banyaknya masjid yang mendirikin jumat dalam jarak yang sangat dekat.


Pertanyaan:
Adakah ada qaul yang membolehkan ta’addudul jum’ah yang jaraknya kurang dari ketentuan yang telah ditentukan dalam hukum fiqih?
Jawaban:
Tidak ada kecuali karena sulit untuk berkumpul atau qaul dlaif yang tidak boleh difatwakan.
Dasar Pengambilan Hukum:
1. Muqaddimah Hadromiyah I hal 241
الثَّالِثُ: أَنْ لاَ يَسْبِقَهَا وَلاَ يُقَارِنَهَا جُمُعَةٌ فِي تِلُكَ البَلَدِ أَوْ الْقَرْيَةِ إِلاَّ لِعُسْرِ الاجْتِمَاعِ .
“syarat yang ketiga: tidak didahului atau bersamaan dengan jumat lain di kota/desa itu kecuali karena sulitnya berkumpul”
2. Asna Al Mathalib II hal 113
)الشَّرْطُ الثَّالِثُ أَنْ لا يَتَقَدَّمَهَا وَلا يُقَارِنَهَا جُمُعَةٌ فِي الْبَلَدِ) ; لأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْخُلَفَاءُ بَعْدَهُ لَمْ يُقِيمُوا سِوَى جُمُعَةٍ وَاحِدَةٍ ; وَلأَنَّ الاقْتِصَارَ عَلَى وَاحِدَةٍ أَفْضَى إلَى الْمَقْصُودِ مِنْ إظْهَارِ شِعَارِ الاجْتِمَاعِ وَاتِّفَاقِ الْكَلِمَةِ (نَعَمْ إذَا كَثُرَ النَّاسُ وَعَسُرَ اجْتِمَاعُهُمْ فِي مَسْجِدٍ) أَوْ نَحْوِهِ (فَالتَّعَدُّدُ جَائِزٌ لِلْحَاجَةِ) بِحَسَبِهَا
“(Syarat yang ketiga: tidak didahului atau bersamaan dengan jumat lain di kota itu) karena RasuluLlah SAW dan Khalifah setelahnya tidak mendirikan kecuali satu jumat, dan karena mencukupkan satu itu lebih memenuhkan maksud untuk menampakkan syi’ar berkumpulnya (ummat) dan sepakat dalam satu kalimat (memang benar yang seperti ini, namun apabila manusia sudah sangat banyak, dan sulit dikumpulkan dalam satu masjid) atau sesamanya maka jumat lebih dari satu diperbolehkan karena hajat) dengan memperhitungkan hajat itu”


1. Jam’u al-Risalah fi Ta’addudi al-Jum’atain.
اْلقَدِيْمُ أَنَّ أَقَلَّهُمْ اِثْنَا عَشَرَ ثُمَّ إِنَّ تَقْلِيْدَ الْقَوْلِ اْلقَدِيْمِ أَوْلَى مِنْ تَقْلِيْدِ الْمُخَالِفِ ِلأَنَّهُ يَحْتَاجُ أَنْ يُرَاعِيَ مَذْهَبَ الْمُقَلَّدِ بِفَتْحِ اللاَّمِ فِي الْوُضُوْءِ وَالْغُسْلِ وَبَقِيَّةِ الشُّرُوْطِ، وَهَذَا يَعْسُرُ عَلَى غَيْرِ الْعَارِفِ، فَالتَّمَسُّكُ بِأَقْوَالِ اْلإِمَامِ الضَّعِيْفَةِ أَوْلَى مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَى الْمَذْهَبِ اْلآخَرِ.
"Menurut qoul qodim, bahwa sedikitnya ahli jama’ah jum’at adalah 12. kemudian taqlid (mengikuti) qoul qodim itu lebih utama dari pada mengikuti yang menentang, karena ia harus menjaga madzhab yang diikuti dalam masalah wudlu, mandi dan semua syarat-syaratnya. Hal ini akan menyulitkan bagi orang yang tidak mengerti. Kemudian berpegang teguh pada pendapat-pendapat imamnya (satu madzhab) dengan qoul dloif itu lebih baik dari pada ia sampai keluar pada madzhab yang lain".

biawak di Indonesia bukan dhab yg di hadits

Dalam satu hadist Nabi SAW  diceritakan kisah shahabat Nabi yang memakan daging hewan yang bernama dhab. Rasulullah hanya melihatnya saja, ketika ditanyakan apakah binatang tersebut halal, Rasulullah menjawab halal, tetapi Rasulullah kurang menyukainya. Dhab adalah hewan sejenis biawak. Dalam beberapa kamus Arab-Indonesia, dhab diartikan dengan biawak. Dalam bahasa Aceh sering diartikan dengan Kӧkkӧkbeun. 
Pertanyaan: 
Apakah biawak yang hidup disekitar kita termasuk dalam dhab sehingga termasuk jenis hewan yang halal?

Jawab:
Biawak bukanlah dhab sehingga hadits tersebut tak dapat dijadikan dalil untuk menyatakan bahwa biawak adalah binatang yang halal dimakan. Dhab adalah hewan pemakan tumbuhan dan belalang dengan ciri-ciri panjang hanya berkisar ± 85 cm dan tinggal di gurun pasir serta sangat jarang meminum air bahkan dikatakan ia tidak membutuhkan air, sehingga menjadi satu pepatah dalam bahasa arab ketika menggambarkan kepada seseorang yang tidak akan melakukan sesuatu dengan kata-kata :

 لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء /saya tidak akan melakukannya sehingga dhab mendatangi air. 

Satu hal lain yang unik pada dhab adalah pejantannya memiliki dua alat zakar dan yang betina memiliki dua vagina. Dhab mendiami lubang dan ketika musim hujan dia tidak keluar dari lubangnya. Dhab juga memiliki warna sesuai dengan daerah yang dia tempati. Semua sifat tersebut tidak ditemukan pada biawak yang ada di daerah kita. Biawak dalam bahasa Arab disebut waral dan termasuk binatang karnivora. Biawak bisa hidup di darat dan di air. Bangsa Arab menyukai daging dhab dan memakannya sebaliknya dengan biawak, mereka tak menyukainya dan tidak memakannya. Maka dapat disimpulkan mengartikan dhab dengan biawak sangatlah tidak tepat. sedikit tentang keterangan Dhab dalam bahasa Arab ada di http://ar.wikipedia.org . 

Referensi:

Hasyiah Syarqawy `ala Tahrir jilid 2 hal 452 Cet. Haramain
قوله وضب) ذكر ابن خلويه انه يعيش سبعمائة سنة وانه يبول فى كل اربعين يوما قطرة ولا يسقط له سن ويقال ان اسنانه قطعة واحدة وحكى غيره ان اكل لحمه يذهب العطش ومن الامثال لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء يقوله من اراد ان لا يفعل الشيء لأن الضب لا يشرب الماء بل يكتفى بالهسيم وبرد الهواء ولا يخرج من جحره فى الشتاء وهو حيوان يشبه الورل للذكر منه ذكران وللانثى فرجان

Hasyiah Qalyuby `ala Mahally jilid 4 hal Cet. Haramain
قوله : ( وضب ) وهو حيوان يشبه الورل يعيش نحو سبعمائة سنة ومن شأنه أنه لا يشرب الماء وأنه يبول في كل أربعين يوما مرة وأنه للأنثى منه فرجان وللذكر ذكران ومنه أم حبين بمهملة مضمومة فموحدة مفتوحة فتحتية ساكنة فنون دويبة قدر الكف صفراء كبيرة البطن تشبه الحرباء وقيل هي الحرباء

Lisanul Araby jilid 1 hal 580 Cet. Dar Shadir, Beirut
 ضبب ) الضب دويبة من الحشرات معروف وهو يشبه الورل والجمع أضب مثل كف وأكف وضباب وضبان الأخيرة عن اللحياني قال وذلك إذا كثرت جدا قال ابن سيده ولا أدري ما هذا الفرق لأن فعالا وفعلانا سواء في أنهما بناءان من أبنية الكثرة والأنثى ضبة وأرض مضبة وضببة كثيرة الضباب التهذيب أرض ضببة أحد ما جاء على أصله قال أبو منصور الورل سبط الخلق طويل [ ص 539 ] الذنب كأن ذنبه ذنب حية ورب ورل يربي طوله على ذراعين وذنب الضب ذو عقد وأطوله يكون قدر شبر والعرب تستخبث الورل وتستقذره ولا تأكله وأما الضب فإنهم يحرصون على صيده وأكله والضب أحرش الذنب خشنه مفقره ولونه إلى الصحمة وهي غبرة مشربة سوادا وإذا سمن اصفر صدره ولا يأكل إلا الجنادب والدبى والعشب ولا يأكل الهوام وأما الورل فإنه يأكل العقارب والحيات والحرابي والخنافس ولحمه درياق والنساء يتسمن بلحمه

Hukum Foto

Al Habib Mundzir Bin Fuad Al Musawa
السلام عليكم و رحمة الله و باركاته

Saudaraku yg kumuliakan, mengenai "FOTO" berbeda hukumnya dg lukisan, hadits yg melarang gambar, yg dimaksud adalah lukisan makhluk yg bernyawa.

Foto tidak dilarang, karena foto adalah menangkap bayangan dari cahaya yg dipantulkan, itu terlepas dari hukum dilarangnya melukis makhluk yg bernyawa.

dijelaskan dalam beberapa hadits shahih bahwa malaikat rahmat tidak menginjak rumah / ruangan yg ada lukisan makhluk yg bernyawa padanya, ini maksudnya bahwa di zaman Nabi saw orang orang kafir melukis nabi nabi mereka dan sesembahan mereka untuk kemudian disembah. maka tentunya para malaikat tak akan masuk ruangan yg ada lukisan berhalanya, maksudnya bahwa Rahmat Nya swt akan terjauhkan dari rumah para penyembahan berhala.

namun ada juga pendapat para fuqaha yg mengatakan bila ada lukisan makhluk yg bernyawa malaikat tak akan masuk ke ruangan itu, tentu sebabnya tidak lain karena hadits Nabi saw yg melarang lukisan.

Lukisan yg dilarang bukanlah semua lukisan, tapi para ulama mengklasifikasi­kan bahwa yg dilarang adalah lukisan makhluk yg bernyawa yg dengan tubuh sempurna, bukan setengah badan, bukan hanya kepala misalnya.

namun ada pula pendapat ulama dan fuqaha kini yg berpendapat bahwa lukisan yg dilarang adalah lukisan berhala, atau apa apa yg disembah selain Allah, misalnya lukisan Bunda Maria, Yesus, Dewa Syiwa dll yg disembah oleh manusia,

selain daripada lukisan lukisan itu maka makruh hukumnya dan tidak haram, demikian sebagian ulama berpendapat, namun sebagian besar mengharamkannya­ kecuali bila lukisan makhluk bernyawa itu tidak sempurna.

mengenai foto foto orang shalih maka tak ada ikhtilaf dalam hal ini, karena foto adalah menangkap bayangan dari pantulan cahaya, dan bayangan orang shalih mempunyai kekhususan tersendiri, sebagaimana hadits Rasul saw yg mengatakan : "sungguh syaitan itu menyingkir bila melihat bayangan Umar" . menunjukkan bahwa bayangan orang orang shalihin mempunyai kewibawaan disisi makhluk Alah swt, maka demikian istinbath atas foto foto orang shalih, karena foto adalah merekam bayangan.

Demikian saudaraku yg kumuliakan,

wallahu a'lam

Jilbab atau Hijab Wanita


  1. Jilbab itu menurut Tafsir al Qurtubi dalam menafsiri ayat ke-59 dari surat al Ahzab, adalah:
    • Selembar pakaian yang lebih besar daripada kerudung.
    • Menurut riwayat Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud, jilbab itu adalah selendang.
    • Ada yang mengatakan bahwa jilbab itu adalah cadar yang dipakai untuk menutupi muka wanita.
    • Yang benar, jilbab itu adalah pakaian yang dipakai untuk menutupi seluruh badan wanita.
    Dengan demikian, maka masalah memakai jilbab adalah sama dengan masalah menutup aurat bagi wanita. Dalam hal menutup aurat bagi wanita ini menurut madzhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali, disebutkan dalam kitab al Fiqhul Islamy wa Adillatuhu karangan Dr. Wahbah az Zuhaili (terbitan Darul Fikr) juz 1 halaman 584-594 sebagai berikut:
    1- مَذْهَبُ الحَنَفِيَّةِ: ج- المَرْأَةُ الحُرَّةُ وَمِثْلُهَا الخُنْثَى: جَمِيْعُ بَدَنِهَا حَتَّى شَعْرِهَا النَّازِلِ فِى الأصَحِّ, مَاعَدَا الوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ, وَالقَدَمَيْنِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا عَلَى المُعْتَمَدِ لِعُمُومِ الضَرُورَةِ.
    2- المَذْهَبُ المَالِكِيَّةِ. والعَورَةُ بِالنِّسْبَةِ لِلرُّؤْيَةِ: للرَّجُلِ مَابَيْنَ السُرَّةِ وَالرُّكْبَةِ, وَلِلْمَرْأَةِ أمَامَ رَجُلٍ أجْنَبِيٍّ جَمِيْعُ بَدَنِهَا غَيْرَ الوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ, وَاَمَامَ مَحَارِمِهَا جَمِيعٌ جَسَدِهَا غَيْرَ الوَجْهِ وَالأطْرَافِ: وَهِيَ الرّأسُ وَالعُنُقُ وَاليَدَانِ وَالرِّجْلاَنِ, إلاَّ انْ يُخْشَ لَذَّةٌ, فَيَحْرُمُ ذَلِكَ, لاَ لِكَوْنِهِ عَوْرَةُ. وَالمَرْأَةُ مَعَ المَرْأةِ أو مَعَ ذَوِى المَحَارِمِهَا كَالرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ, تُرَى مَاعَدَا مَابَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ وَأمَامَ المَرْأَةُ فِى النَّظْرِ إلَى الأَجْنَبِيِّ فَهِيَ كَحُكْمِ الرَّجُلِ مَعَ ذَوَاتِ مَحَارِمِهِ وَهُوَ النَّظْرُ إلَى الوَجْهِ وَالأطْرَافِ (الرَّأسِ وَاليَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ).
    3- مَذْ هَبُ الَشَّافِعِيَّةِ ج-عَوْرَةُ الحُرَّةِ وَمِثْلُهَا الخُنْثَى: مَاسِوَى الوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ, ظَهْرِهِمَاوَبَطْنِهِمَا مِنْ رُؤُوْسِ الاَصَابِعِ الَى الْكُعَيْنِ (الَرَّسْغُ اَوْ مَفْصِِلُ الزَّنْدِ) لِقَوْلِهِ تَعَلَى: وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّ مَاظَهَرَ مِنْهَا. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَعَائِشَهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ: هُوَ الوَجْهُ وَالْكَفَّانِ. وَلاَنَّ الَنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَرْأَةَ الْحَرَامَ (الْمُحَرَّمَةَ بِحَجِّ اَوْعُمْرَةٍ) عَنْ لُبْسٍ الْقُفَّزَيْنِ وَالَّنقَابِ, وَلَوْكَانَ الَوجْهُ عَوْرَةً لَمَّاحُرِّمَاسَتْرُهُمَا فِى الاِحْرَامِ, وَلاَّنَ الْحَاجَةتَدْعُوْ اِلَى اِبْرَازِ الْوَجْهِ لِلْبَيْعِ وَالشَّرَاءِ, وَاِلَى اِبْرِازِ الْكَفِّ لِلاَ خْذِ وَالْعَطَاءِ, فَلَمْ يُجْعَلْ ذَالِكَ عَوْرَةً.
    4-مَذْهَبُ اْلحَنَابِلَةِ وَعَوْرَةُ الْمَرْأَةِ مَعَ مَحَارِمِهَاالرَِّّجَالِ: هِيَ جَمِيْعُ بَدَنِهَامَاعَدَ الوَجْهِ وَالَّر قْبَةِ وَالْيَدَيْنِ وَالْقَدَمِ وَالسَّاقِ. وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْمَرْأَةِ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ خَارِجَاالصَّلاَةِ عَوْرَةٌ كَمَا قَالَ الشّضافِعِيَّةُ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّابِقِ: الَْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ. وَيُبَاحُ كَشْفُ الْعَوْرَةِ لِنَحْوِ تَدَاوٍ وَتَحِلُّ فِى الْخَلاَءِ, وَخِتَانٍ, وَمَعْرِفَةِ الْبُلُوْغِ, وَبِكَارَةٍ وَثَيُوْبَةٍ, وَعَيْبٍ. وَعَوْرَةٌ المُسْلِمَةِ اَمَامَ الكَافِرَةِ: عَوْرَةُ الْمُسْلِمَةِ اَمَامَ الْكَافِرَةِ عِنْدَ الْحَنَابَلَةِ كَاالرَّجُلِ الْمُحْرِمِ: مَابَيْنَ السُّرَّةِ وَالُّركْبَةِ. وَقَالَ الْجُمْهُوْرُ: جَمِيْعُ الْبَدَنِ مَاعَدَامَاظَهَرَ عِنْدَ الْمِهْنَةِ اَيِ الاَسْغَالِ الْمَنْزِلِيَّةِ.

    1. Madzhab Hanafi: Wanita merdeka dan yang sepertinya adalah orang banci, auratnya adalah seluruh badanya sampai rambutnya turun, menurut pendapat yang paling kuat, selain dan tapak dua tangan, kedua kaki bagian dalam dan bagian luar menurut pendapat yang dapat di jadikan pegangan, karena keumuman dari keperluan yang mendesak.
    2. Madzhab Maliki: Aurat dipandang dari segi melihatnya: bagi laki-laki adalah apa yang ada diantara pusat dan lutut. Dan bagi wanita dihadapan orang laki-laki lain adalah seluruh tubuhnya selain muka dan kedua telapak tangan. Dan di hadapan muhrimnya (laki-laki) adalah seluruh jasadnya selain muka dan anggauta –anggauta: kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki, kecuali jika di takutkan rasa lezat, maka hal tersebut haram, bukan karena keadaanya sebagai aurat. Dan wanita dengan wanita atau yang mempunyai hubungan muhrim adalah laki-laki, yaitu dapat dilihat apa yang ada dipusat dan lutut. Adapun wanita wanita dalam memendang ke laki-laki lain adalah seperti hukumnya lain adalah seperti hukumnya laki-laki beserta para wanita yang menjadi muhrimnya, yaitu memandang kepada anggauta-anggauta: kepala, kedua tangan dan kedua kaki.
    3. Madzhab Syafii: Aurat wanita merdeka dan yang sepertinya adalah orang banci adalah: apa yang selain muka dan kedua telapak tangan, bagian luar dan dalam dari kedua ujung-ujung jari dan dari dua pergelangan tangan (ruas atau tempat pergelangan tangan) , berdasarkan firman Allah: Janganlah para wanita menampakan perhiasan mereka kecuali apa yang nampak dari padanya. Ibnu Abbas dan Aisyah ra. berkata: Yaitu muka dan kedua tapak tangan. Dan Nabi saw. Telah melarang wanita yang ihram untuk haji atau umroh untuk memakai dua sarung tangan dan kain tutup maka (cadar). Andaikata tapak tangan dan muka itu adalah aurat, niscaya tidak diharamkan menutup keduanya dalam ihram, dan karena hajat mengundang kepada penampakan muka untuk jual beli dan penampakan tpak tangan untuk mengambil dan memberi, maka hal itu tidak di jadikan aurat.
    4. Madzhab Hambali: Aurat wanita beserta para muhrimnya laki-laki adalah selain badanya selain muka, tengkuk, dua tangan, kaki dan betis.
    Semua badan wanita sampai muka dan kedua tapak tangan diluar salat adalah aurat, sebagaimana kata Asy Syafii berdasarkan sabda Nabi saw. yang telah lalu wanita adalah aurat.
    Dan diperbolehkan membuka aurat karena keperluan seperti, berobat, berhajat di tempat yang sunyi, khitan, mengetahui masa baligh, perawan dan tidaknya wanita dan cacat.
    Aurat wanita muslim dihadapan wanita kafir, menurut madzhab Hambali adalah seperti di hadapan laki-laki mahram, yaitu anggota badan yang ada diantara pusat dan lutut. Jumhur (sebagian besar ulama) berpendapat bahwa seluruh badan wanita itu adalah aurat, kecuali apa yang nampak pada waktu melakukan kesibukan-kesibukan rumah.

Forensik FK Unsoed 2024